Minggu, 28 Oktober 2012

Menyoal Dampak Media Sosial pada Kasus 'Anak SMA 6'

Gilang Perdana, mungkin merasakan betul bagaimana dampak media sosial akibat aksinya di Twitter. Sebuah tulisan di blog dari siswa lainnya, ternyata juga memberi dampak lain terhadap penyebaran informasi, dan pencitraan tertentu di mata netizen yang membacanya.
imagine Tadi malam linimasa Twitter Indonesia seperti diguncang gempa. Paling tidak itulah yang mungkin dirasakan beberapa akun ketika menjadi sasaran bullying karena dianggap melakukan tindakan tak terpuji. Beberapa akun-akun Twitter itu bahkan mungkin tak lagi eksis, karena akhirnya ganti nama, atau hilang selamanya. Tak ada lagi haha hihi khas remaja dari mereka, seperti yang sering dilakukan tweeps ABG  di linimasa Twitter Indonesia.
Percakapan di linimasa tentang Anak SMA 6 vs Wartawan hingga tengah malam tadi (19/9/2011) sangat ramai, saking ramainya hingga saya harus rela menahan diri untuk membahas bagian yang mana. Satu hal, isu ini cukup sensitif karena berkaitan dengan kebebasan pers. Hal lainnya, ini menyangkut nasib beberapa anak muda yang karena ramainya kasus ini di linimasa, kini berwajah brutal dan kejam. Benarkah itu wajah generasi muda kita?
Untuk yang masih kebingungan dengan topik di atas, kasus ini bermula dari liputan wartawan ketika dan setelah terjadinya tawuran antara siswa SMA 6, Jakarta, dengan SMA 70, juga di Jakarta. Wartawan stasiun TV  Trans 7 yang mengambil gambar anak-anak SMA 6 yang sedang berkumpul paska tawuran itu,  mendadak diserang para siswa. Kaset rekaman video peristiwa itu pun disita, dan si wartawan terluka. Peristiwa ini menjadi awal dari bentrokan di SMA 6 Senin siang, kemarin. Sebagian informasi mengenai kasus tersebut telah disampaikan di artikel ini.
Berikut ini sekedar gambaran, sumber informasi apa yang berkembang di linimasa hinggah tengah malam tadi. Inilah berita-berita yang populer dijadikan rujukan, karena mendapat retwit atau ditwitkan berkaitan dengan kasus di atas. Data ini bisa dilihat di situs Topsy.com, dengan memasukkan kata kunci 'wartawan anak sma'. Topsy.com adalah situs yang menyediakan data lalu lintas berita, tweet, atau foto yang beredar melalui media sosial. Hari ini mungkin hasilnya tidak sama dengan apa yang saya rekam tadi malam.
Artikel Populer  
Di antara puluhan berita media online yang beredar, satu sumber berita yang menjadi perhatian besar tweeps di linimasa adalah tulisan di laman blog seorang anak yang mengaku siswa SMA 6. Laman blog berjudul "Kisah Sebuah Lagu" beralamat di monkeydonkeyrules.blogspot.com itu semalam mendadak dikunjungi oleh tak kurang dari 2000 netizen. Sebuah artikel berjudul "Sulutan Api di Bumi Mahakam" mengulas apa yang terjadi hari itu di sekitar halaman sekolah SMA 6.
Apa yang menarik?
Tulisan itu dibuat seadanya, tetapi tidak seperti biasanya anak-anak remaja menulis. Terlepas dari fakta atau bukan yang ditulisnya di blog itu, tetapi informasinya membuat 'penyeimbang' di antara riuhnya berita di media massa arus utama, terutama yang memiliki layanan online. Isi blognya cukup gamblang menjelaskan, lengkap dengan beberapa kutipan langsung pada saat peristiwa terjadi. Isinya kurang lebih menyatakan bahwa ada hal lain telah terjadi dari pihak wartawan, yang memicu aksi kekerasan itu. Informasi yang di beberapa media arus utama, hanya sedikit dibahas dibandingkan dengan informasi mengenai aksi kekerasan para siswa.
Kalau kita bandingkan dengan judul-judul berita yang beredar, judul artikel di blog mungkin sekilas tak seprovokatif yang lain. Bisa dibayangkan jika blog itu tak pernah ditulis, apa yang ada di benak kita tentang siswa SMA - terutama siswa SMA 6 yang menjadi objek berita itu? Apakah kita akan ikut menghakimi para siswa itu di linimasa?
Di berbagai media, hingga saat ini sebagian menyoroti kekerasan yang dilakukan kaum remaja berusia belasan tahun itu.  Bahwa salah satu pelaku dilaporkan 'puas' karena telah menghajar wartawan, atau ada siswa yang bakal dituntut pidana dengan pasal berlapis karena aksinya, atau korban dari pihak para wartawan. Syukurlah masih ada yang memberitakan bahwa korban sebenarnya datang dari kedua belah pihak, dan aksi kekerasan pun juga muncul dari keduanya. Berita itu dilaporkan kemarin di Detik.com, 19 September 2011 sekitar pukul 16.44 WIB.
Karena media sosial, informasi dari pihak yang terkait dengan cepat bisa diungkap, terlepas dari kontroversinya.  Tetapi di sisi lain, media sosial juga bisa menghakimi seseorang atau sekelompok orang di luar pengadilan. Suara mayoritas di media sosial, harus lebih dikritisi agar tidak sekonyong-konyong menjadi kebenaran. Apalagi kemudian secepat kilat digunakan sebagai dasar untuk menghakimi. Gilang Perdana, mungkin merasakan betul bagaimana dampak media sosial akibat aksinya sendiri. Salah satu dari beberapa siswa SMA 6 yang bakal diciduk penegak hukum ini sempat mendapat caci maki  linimasa Twitter karena mengekspresikan perasaannya setelah bentrokan itu terjadi.
Sebuah pelajaran berharga lagi-lagi bisa dipetik dari media sosial, khususnya dari Twitter dan blog.

(Sumber: http://salingsilang.com/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar